Sabtu, 15 Desember 2012

JENIS JENIS AGENS HAYATI

Agens Hayati atau Agens Pengendali Hayati adalah setiap organisme atau mahluk hidup, terutama serangga, cendawan, cacing, bakteri, virus dan binatang lainnya yang dapat dipergunakan untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).

Pada dasarnya agens hayati dibagi menjadi 4 kelompok  yaitu :
1.    Predator
2.    Parasitoid
3.    Patogen serangga
4.    Antagonis patogen tumbuhan.

1.    Predator
Predator  ialah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.  Predator biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih besar dari pada mangsanya. Mengingat banyaknya jenis predator secara umum dapat digolongkan menurut beberapa golongan :

a.    Binatang Menyusui
 Beberapa jenis binatang merupakan predator penting pada hama tanaman antara lain : Harimau sebagai pemangsa Babi Hutan; Kucing sebagai pemangsa Tikus.
b.    Burung (Aves)
Banyak jenis burung yang dapat dimanfaatkan sebagai predator hama penting, terutama pemangsa berbagai jenis Ulat daun dan tikus.
c.     Laba-laba
Laba- laba banyak yang hidup sebagai pemangsa terhadap bermacam-macam serangga termasuk hama penting seperti : Wereng Coklat, Wereng Hijau, Penggerek batang, Belalang, Walang sangit dll.
d.    Serangga ( Insecta)
Predator dari kelas serangga memiliki anggauta species yang sangat banyak jumlahnya. Serangga yang paling banyak sebagai predator ialah dari anggauta Kumbang ( Coleoptera ), Capung ( Odonata ), Lalat ( Diptera ) dan beberapa spesies yang lain.  Beberapa contoh serangga yang menjadi predator adalah : Kumbang Helem, Capung dan Belalang yang menjadi predator Kutu Aphis & Wereng Coklat dll.
2.    Parasitoid
Parasitoid ialah serangga yang hidupnya menumpang pada atau didalam tubuh inang (hama) dan menghisap cairan tubuh hama supaya dapat tumbuh secara normal, Akibatnya serangga hama tersebut akan mati.  Serangga parasitoid biasanya mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan  inangnya.  Contoh serangga parasitoid adalah sejenis tabuan Apanteles, Stenobracon yang memarasit larva Penggerek batang, Trichogramma sp. sebagai parasitoid telur penggerek batang dll.
3.    Patogen Serangga

a.    Bakteri

Bakteri patogen serangga yang telah banyak dimanfaatkan dan diproduksi secara komersil sebagai insektisida mikroba adalahBacillus thuringiensis.

Diskripsi

Bakteri Bacillus thuringiensis (famili Bacillaceae) menghasilkan zat ( metabolik sekunder ) yang bersifat antibiotik, racun ( toksin ) maupun enzima .  Proses penghasilan metabolik sekunder berlangsung ketika masa pertumbuhan vegetatif atau sporulasi.

Bacillus thuringiensis  termasuk golongan pembentuk spora anaerob, merupakan spesies yang komplek dan terdiri atas lebih dari 20 jenis ( serotipe/ subspesies ).  Jenis - jenis ini menghasilkan racun yang bersifat insektisida  (Insektisida Protein Cristal = IPC) diantaranya delta-endotoksin yang dimanfaatkan dalam bidang pertanian.  Kristal dapat berbentuk oktahedral, empat persegi panjang, segitiga atau kubus.
            Sampai saat ini belum ditemukan teknik yang sederhana dengan biaya murah untuk perbanyakan bakteri penyakit serangga hama ( entomopatogen ) di laboratorium.  Perbanyakan Bacillus thuringiensis tidak dapat dilakukan pada serangga inang  karena bakteri ini tidak dapat tumbuh baik pada tubuh inangnya, sedangkan media buatan untuk pertumbuhan bakteri tersebut mahal.

Proses  Infeksi

Pada umumnya saluran makanan adalah organ tubuh yang pertama kali terserang bakteri.  Dalam saluran makanan, racun dari bakteri akan mengalami penuraian (hidrolisis).  Zat-zat racun tersebut akan dibebaskan dari kristal, sehingga akan meracuni sel-sel epithelia saluran makanan.

Gejala Serangan

Pada tahap awal infeksi bakteri, serangga menunjukkan penurunan aktifitas makan dan cenderung mencari tempat perlindungan ditempat tersembunyi (dibawah daun).  Selanjutnya larva mengalami diare, mengeluarkan cairan dari mulutnya, mengalami lumpuh (paralisis) pada saluran makanan; sehingga terjadi penurunan aktifitas gerakan dan berakhir dengan kematian.

b.    Cendawan

Cendawan  pengendali hayati yang berfungsi sebagai entomopatogen pada umumnya dari kelas Deuteromycetes, ordo Moniliales, sepertiBeauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Hirsutella saussurei, Nomuraea rileyi dan Paecilomyces sp.  Cendawan-cendawan tersebut di Indonesia belum banyak diproduksi secara komersial, tetapi telah banyak dikembangkan di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP).
Diskripsi
            Cendawan entomopatogen mempunyai kapasitas berkembang biak tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang bertahan lama dialam, aman, selektif dan kompatibel dengan berbagai insektisida kimia.  Akan tetapi keberhasilan pemanfaatan cendawan penyakit serangga hama ( entomopatogenik ) sebagai pengendali hama dilapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan sinar matahari), jumlah spora yang disemprotkan, kemungkinan spora sampai pada sasaran dan waktu aplikasi yang tepat.
Proses Infeksi
            Masuknya cendawan pada tubuh inang melalui kulit tubuh (integumen), saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya.  Inokulum cendawan yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh.  Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin.  Cendawan akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati.  Akar (miselia) cendawan menembus keluar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan memproduksi konidia.  Apabila keadaan kurang menguntungkan perkembangan cendawan hanya berlangsung didalam tubuh inang tanpa keluar menyerang integumen.

Gejala  Serangan

            Serangga yang terserang cendawan patogenik akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi (Beauveria bassiana), rapuh (M. anisopliae) dan cendawan tumbuh menutupi tubuh inang dengan warna cendawan tergantung spesies cendawan, misalnya putih (Beauveria bassiana )  dan hijau tua (M. anisopliae).

c.     Virus

Virus serangga yang dotemukan dilapang pada umumnya tergolong dalam famili Baculoviridae (baculovirus), dan dibagi menjadi 3 subgrup, yaitu :

1)    Subgrup A : Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV)

2)    Subgrup B :  Granulosis Virus (GV)
3)    Subgrup C :  Nonocluded Baculovirus (NOB)
Subgrup A merupakan subgrup besar virus yang banyak digunakan saat ini.
Diskripsi
            Nuclear Plyhedrosis Virus (NPV) memiliki ciri khas, yaitu berupa badan inklusi (inclusion bodies) berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein pembungkus virion, dengan diameter 0,2 – 20 µm yang biasanyanya dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya biasa.  Sedangkan virionnya berbentuk batang berukuran 40 – 70 x 200-400 µm.

            NPV umumnya menyerang ulat ( larva ), mempunyai inang khusus.  Sifat inang khusus ini layak dikembangkan sebagai pestisida.  Saat ini di Indonesia banyak terdapat jenis NPV ; seperti SL-NPV yang patogenik terhadap Spodoptera litura pada tanaman kedelai, Se-NPV yang patogenik terhadap Spodoptera exigua pada tanaman bawang merah, dan Ha-NPV yang patogenik terhadap Helicoverva armigera pada tanaman tomat dan jagung.

Proses Infeksi

 Polihedra yang menempel pada permukaan tanaman termakan oleh larva, sehingga masuk kedalam saluran pencernaan. Didalam saluran pencernaan yang bersuasana asam (pH 9 – 10) selubung polihedral larut, sehingga membebaskan virion.  Virion akan menginfeksisel epithel saluran pencernaan larva, asuk kedalam inti sel dan memperbanyak diri.  Dalam 1- 2 hari setelah polihedral termakan, larva yang terinveksi menunjukkan gejala serangan.

Gejala Serangan

  Ulat ( larva ) yang terinfeksi menunjukkan gejala tingkah laku yang abnormal, yaitu cenderung bergerak kebagian atas menuju pucuk tanaman, ulat yang semula berwarna pucat keputihan berubah menjadi hitam mengkilat, aktifitas makan berkurang bahkan berhenti, tubuh menjadi lemas, dan kemudian mati dengan menggantung tertumpu pada kaki palsu.  Badan ulat yang terinveksi bila pecah mengeluarkan cairan yang berwarna putih seperti susu.  Gejala penyakit biasanya muncul apabila infeksi sudah sampai pada tahap lanjut.


4.    Agens Antagonis Patogen Tumbuhan

Mekanisme antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktifitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara, serta antibiosis dan lisis.
Agens antagonis patogen tumbuhan adalah mikroorganisme yang menekan aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit.  Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masukkedalam tanaman.  Efektifitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut.

a.    Bakteri

Diskripsi
Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, bersifat aerobik, gram negatif, banyak ditemukan pada daerah rizosfir dan tanah, serta lebih efektif pada tanah netraldan basa.  Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan populasi Pseudomonas fluorescens. Kolonisasai akar oleh Pseudomonas fluorescens merupakan persyaratan sebagai agens biokontrol.

Proses Antagonis

Tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens denganPseudomonas tolaasii berupa kompetisi unsur hara.  Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap unsur Fe yang tersedia.
Cara Aplikasi
Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat diaplikasikan pada benih saat sebelum tanam.  Aplikasi pada benih dapat menekan penyakit rebah kecambah (damping-off) yang disebabkan cendawan Rhizoctonia solani.

b.    Cendawan

Diskripsi
Agens antagonis patogen tumbuhan yang telah banyak dikembangkan saat ini adalahTrichoderma spp. dan Gliocladium sp.
Cendawan Trichoderma spp efektif pada tanah masam.  Pada pH netral, perkecambahan propagulnya terhambat dan bahkan tidak berkecambah pada kondisi basa.  Penurunan pH tanah sampai 6 – 6,5 dengan menggunakan belerang pada tanah yang mengandung Trichoderma spp dapat menekan penyakit busuk akar pada bunga Lili.
Cendawan ini sangat menyukai bahan yang banyak mengandung selulosa, seperti sisa-sisa batang jagung. Trichoderma hamatum sensitif terhadap penurunan Fe yang ditimbulkan oleh P. Fluorescens, sehingga kedua agens antagonis ini tidak kompatibel bila diap-likasikan bersama-sama.
            Proses Antagonis
Trichoderma spp  aktif menyerang Rhizoctonia solani dan Phytium sp. menghasilkan enzim kitinase dan ß-1.3-glukanase, dengan proses antagonis parasitisme.  Sedangkan Gliocladium sp. yang bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah, seperti Fusarium moniliforme danSclerotium rolfsii, dengan cara kerja antagonis berupa parasitisme, kompetisi dan antibiosis.
Cara Aplikasi
Cendawan Gliocladium sp. dapat diaplikasikan melalui tanah (G. Roseum) dan melalui perlakuan benih (G. Virens) .
Trichoderma viride diaplikaskan 70 hari setelah tanam sebanyak 140 kg /ha.

Budidaya Pohon Jabon



Agricultural Cultivation


jabon
jabon
jabon
jabon




Metode ukuran jarak tanam pohon jabon pada umumnya :
*Jabon dapat hidup pada ketinggian 0-1000 dpl (dari permukaan laut)*

Pola Hutan Rakyat Umumnya menggunakan jarak tanam 2 x 2,5 m. namun hasil pertumbuhan dan perkembangan diameternya tidak begitu cepat dan maksimal, cara ini biasanya digunakan masyarakat dengan membiarkan tumbuh liar dengan sendirinya ibarat hutan.
JABON
Perkebunan pada umumnya menggunakan jarak tanam yang direkomendasikan yaitu 4 x 5 m. jarak tersebut dapat memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan diameter batangnya, sebab radius lingkaran bayangan kebawah batang atas pohon adalah wilayah penyerapan unsur-unsur hara ditanah oleh akar pohon, jadi jarak 4 x 5 m adalah yang paling baik bagi pertumbuhan pohon jabon tetapi bisa juga menggunakan jarak 4 x 4 m tergantung kondisi lahan, jabon dapat hidup pada tanah Alluvial lembab (Pinggir sungai), Tanah liat, tanah lempung, podsolik coklat, tanah daerah yang ada pasang surut, iklim basah dan tropis.

Cara Tanam :
Buka Lobang Lebar.25 Cm x Panjang.25 Cm x dalam 60 cm. (Lihat Gambar.)
JABON
Lalu masukan Kompos+NPK 2,5 gr (campur) sebagai pupuk dasar diendapkan dilubang berbentu kerucut kebawah untuk akar setinggi 30 cm (dapat langsung tanam/3-7 hr kemudian baru tanam),kemudian tusuk lubang endapan kompos tersebut dengan kayu/tombak sehingga berbentuk lubang yg sesuai untuk tempat semayaman akar,masukkan bibit yang polibagnya sudah dibuka/disobek kedalam,Masukan akar terlebih dahulu lurus kebawah,lalu isi tanah kompos sebagai penutup akar dengan tanah setinggi 20 cm,hingga tersisa lubang 10 cm sebagai kantong air.

Perawatan :
Semprot Pestisida secara aktip per 1 atau 2 minggu sekali selama 3-5 bulan tergantung keadaan gangguan, agar daun tidak dimakan ulat.setelah daun cukup banyak pengusida sudah tidak perlu disemprotkan lagi,sebab daun tidak akan habis dimakan ulat sebab daun sudah banyak.

Pemupukan :
untuk pertumbuhan, pemupukan dapat dilakukan Minimal cukup sampai usia 3 tahun, (sudah bagus, karna untuk 3 tahun keatas sumber makanan unsur hara dari serasah yang terdekomposisi secara alami selama 1-3 tahun telah mengurai menjadi unsur hara dan kesimbungan dekomposisi serasah 3-6 tahun, yang mana jabon dapat hidup dengan PH 4,5 (Masam) - 7,5 (Basah), Masam : Unsur Mikronya banyak & Unsur Makronya sedikit, Basah : Unsur Makronya banyak & Mikronya sedikit), cukup kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang + NPK, Periode pemupukan 1-2 kali/setahun.
(TAPI JIKA ADA KEMAMPUAN LEBIH BAIK, PEMUPUKAN SAMPAI BATAS USIA MENDEKATI USIA PANEN YAITU 5 SAMPAI 6 TAHUN, AGAR HASIL LEBIH MAKSIMAL) *CARA PEMANENAN GUNAKAN METODE PENJARANGAN, PANEN 50-70%,TANAM KEMBALI 70%, SISA 30% UNTUK PANEN PERIODE KE II BERSAMAAN PANEN KELANJUTAN DARI TANAM ULANG, JANGAN TEBANG HABIS/GUNDUL, PENJARANGAN MINIMAL DISISAKAN 10% . BEGITU SETERUSNYA BERKELANJUTAN*

awal tanam - 1 Tahun : NPK 1 sendok makan (tabur jgn kena/menumpuk pada batang pangkal)
1 Tahun - 2 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 05 kilo + NPK 2,5 On
2 Tahun - 3 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 10 kilo + NPK 5,0 On

Dapat juga hanya dengan kompos :
1 Tahun - 2 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 20 Kilo
2 Tahun - 3 Tahun : Kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang 20 kilo

Kompos sangat penting peranannya,kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang berperan sebagai absorbent yg dapat menyimpan mineral & unsur hara dan memperlancar pertukaran kation didalam tanah. tampa kompos/Bokhasi/Pupuk Kandang tanah semakin lama semakin jenuh,jika tanah jenuh pemberian pupuk menjadi sia-sia dikarenakan tanah jenuh tidak dapat lagi mengikat mineral sehingga pupuk yang diberikan tidak dapat mengurai kedalam tanah dan akan menguap atau tercuci, kompos memperbarui kondisi tanah dan menjadikan tanah disekitar pangkal pohon/akar menjadi lembab dan subur, dengan kompos pupuk yang diberikan dapat mengurai dengan baik sehingga akar menjadi mudah menyerap unsur hara tersebut. *PUPUK KANDANG YANG BELUM MATANG TIDAK BAIK DIGUNAKAN UNTUK PEMUPUKAN, PUPUK KANDANG YANG SUDAH MATANG DITUNJUKAN DARI TIDAK BERBAU KOTORAN,TAPI BERBAU HUMUS(TAHAH) DAN TIDAK PANAS*

Perawatan Kebersihan disekitar pohon,agar sumber makanan akar tidak terganggu dan dapat maksimal diserap akar pohon, minimal perawatan sampai usia 1 tahunan, Sampah serasah di kumpulkan menjadi Ring keliling Pohon dengan radius jarak 1 meter, agar serasah cepat terdekomposisi bermanfaat menjadi Hara ,serasah disiram Bakteri Pengurai agar cepat Permentasi,untuk selebihnya dapat juga dibiarkan,sebab daya serap akar sudah kuat.

TEKNIK PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG



Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Pengembangan usaha budidaya ikan ini semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan penyakit. Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah.
Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversation Rate). Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo, Balai Pengembangan Benih Air Tawar (BPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele ”Sangkuriang”.
Perekayasaan ini meliputi produksi induk melalui silang-balik (tahun 2000), uji keturunan benih dari induk hasil silang-balik (tahun 2001), dan aplikasi produksi induk silang-balik (tahun 2002-2004). Hasil perekayansaan ini (lele sangkuriang) memiliki karakteristik reproduksi dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan lele dumbo yang saat ini beredar di masyarakat.
Budidaya lele sangkuriang (Clarias sp) mulai berkembang sejak tahun 2004, setelah dirilis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dengan Nomor Kepmen KP 26/Men/2004. Teknik budidaya lele sangkuriang tidak berbeda dengan lele dumbo, mulai dari pembenihan sampai pembesaran.

II. TEKNIK PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG
2.1. Pematangan Gonad
Pematangan gonad lele sangkuriang dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran 50 m2, keringkan selama 2-4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam, isi air setinggi 50-70 cm dan alirkan secara kontinyu, masukkan 300 ekor induk ukuran 0,7-1,0 kg, beri pakan tambahan berupa pellet khusus lele dumbo sebanyak 3% setiap hari.
Catatan: induk jantan dan betina dipelihara terpisah.

2.2. Pematangan di bak
Pematangan gonad juga bisa dilakukan di bak. Caranya, siapkan baktembok ukuran panjang 8m, lebar 4m dan tinggi 1m; keringkan selama 2-4 hari, isi air setinggi 80-100 cm dan alirkan secara kontinyu, masukkan 100 ekor induk, beri pakan tambahan (pellet) sebanyak 3 persen/hari.
Catatan: induk jantan dan betina dipelihara terpisah.
2.3.Seleksi
Seleksi induk lele sangkuriang dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh.
Tanda induk betina yang matang gonad :
- perut gendut dan tubuh agak kusam
- gerakan lamban dan punya dua lubang kelamin
- satu lubang telur satu lubang kencing
- alat kelamin kemerahan dan agak membengkak
Tanda induk jantan yang matang gonad :
- gerakan lincah, tubuh memerah dan bercahaya
- punya satu lubang kelamin yang memanjang, kemerahan, agak membengkak dan berbintik putih.
2.4. Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
Pemijahan ikan lele sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga carayaitu : pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan buatan (induced/artificial breeding). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikkan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan.
  1. Pemijahan Alami
- Siapkan bak berukuran panjang 2m, lebr 1m, dan tinggi 0,4 m
- Keringkan selama 2-4 hari
- Isi air setinggi 30 cm dan biarkan mengalir selama pemijahan
- Pasang hapa halus seusai ukuran bak
- Masukkan ijuk secukupnya
- Masukkan 1 ekor induk betina yang sudah matang gonad pada siang atau sore hari
- Masukkan pula 1 ekor induk jantan
- Biarkan memijah
- Esok harinya tangkap kedua induk dan biarkan telur menetas di tempat itu.
Hasil pemijahan alami lele sangkuriang biasanya kurang memuaskan. Jumlah telur yang keluar tidak banyak.
B. Pemijahan Semi Alami
- Perbandingan induk jantan dan betina 1:1 baik jumlah maupun berat
- Penyuntikkan langkahnya sama dengan pemijahan buatan
- Pemijahan langkahnya sama dengan pemijahan alami
C. Pemijahan Buatan
Pemijahan buatan memerlukan keahlian khusus. Dua langkah kerja yang harus dilakukan dalam sistem ini adalah penyuntikkan, pengambilan sperma dan pengeluaran telur.
    1. Penyuntikkan dengan ovaprim
Penyuntikkan adalah kegiatan memasukkan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang digunakan adalah ovaprim. Caranya, siapkan induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,3 mil ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikkan ke dalam tubuh induk tersebut; masukkan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 jam.
    1. Penyuntikkan dengan hypofisa
Penyuntikkan bisa juga dengan ekstrak kelenjar hypofisa ikan mas atau lele dumbo. Caranya siapkan induk betina yang sudah matang gonad ; siapkan 1,5 kg ikan mas ukuran 0,5 kg; potong ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutup insang; potong bagian kepala secara horizontal tepat dibawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypofisa; masukkan ke dalam gelas penggerus dan hancurkan; masukkan 1 cc aquabides dan aduk hingga rata; sedot larutan hypofisa itu; suntikkan ke dalam tubuh induk betina; masukkan induk yang sudah disuntik ke bak lain dan biarkan selama 10 jam.
    1. Pengambilan Sperma
Setengah jam sebelum pengeluaran tleur; sperma harus disiapkan. Caranya:
1. Tangkap induk jantan yang sudah matang kelamin
2. Potong secara vertikal tepat di belakang tutup insang
3. Keluarkan darahnya
4. Gunting kulit perutnya mulai dari anus hingga belakang insang
5. Buang organ lain di dalam perut
6. Ambil kantung sperma
7. Bersihkan kantung sperma dengan tisu hingga kering
8. Hancurkan kantung sperma dangan cara menggunting bagian yang paling banyak
9. Peras spermanya agar keluar dan masukkan ke dalam cangkir yang telah diisi 50 ml (setengah gelas) aquabides
10. Aduk hingga homogen.
2.5. Pengeluaran Telur
Pengeluaran telur dilakukan setelah 10 jam dari peyuntikkan, namun 9 jam sebelumnya diadakan pengecekkan.
Cara pengeluaran telur:
1. Siapkan 3 buah baskom plastik, 1 botol Natrium Chlorida (infus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu
2. Tangkap induk dengan sekup net
3. Keringkan tubuh induk dengan lap
4. Bungkus induk dengan lap dan biarkan lubang telur terbuka
5. Pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang lainnya
6. Pijit bagian perut ke arah lubang telur
7. Tampung telur dalam baskom plastic
8. Campurkan larutan sperma ke dalam telur
9. Aduk hingga rata dengan bulu ayam
10. Tambahkan Natrium Chlorida dan aduk hingga rata
11. Buang cairan itu agar telur-telur bersih dari darah
12. Telus siap ditetaskan.
2.6. Penetasan
Penetasan lele sangkuriang dimasukkan ke dalam bak tembok. Caranya :
1. Siapkan sebuah bak tembok ukuran panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 0,4 m
2. Keringkan selama 2-4 hari
3. Isi bak tersebut dengan air setinggi 30 cm dan biarkan air mengalir selama penetasan
4. Pasang hapa halus yang ukurannya sama dengan bak
5. Beri pemberat agar hapa tenggelam (misalnya kawat behel yang diberi selang atau apa saja
6. Tebarkan telur hingga merata ke seluruh permukaan hapa
7. Biarkan telur menetas dalam 2-3 hari.
Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan penggantian air yang kotor akibat pembusukan telur yang tidak terbuahi. Peningkatan oksigen terlarut dapat pula diupayakan dengan pemberian aerasi.
Telur lele sangkuriang menetas 30-36 jam setelah pembuahan pada suhu 22-25 0C. Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kantung telur (yolksack) yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva sehingga tidak perlu diberi pakan. Penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Pemeliharaan larva dilakukan dalam hapa penetasan. Pakan dapat mulai diberikan setelah larva berumur 4-5 hari atau ketika larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam.
III. MANAJEMEN KESEHATAN DAN LINGKUNGAN
Kegiatan budidaya lele sangkuriang di tingkat pembenih/pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembenihan, penyakit banyak ditimbulkan oleh adanya serangan organisme pathogen sedangkan pada kegiatan pembesaran, penyakit biasanya terjadi akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan.
Kegagalan pada kegiatan pembenihan ikan lele dapat diakibatkan oleh serangan organisme predator (hama) ataupun organisme pathogen (penyakit). Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain insekta, ular, atau belut. Serangan lebih banyak terjadi bila pendederan benih dilakukan di kolam tanah dengan menggunakan pupuk kandang. Sedangkan organisme pathogen yang lebih sering menyerang adalahIchthiopthirius sp, Trichodina sp, Dacttylogyrus sp, dan Aeromonas hydrophyla.
Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan kolam di sekeliling kolam.
Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan manajemen lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Bila serangan sudah terjadi,benih harus dipanen untuk diobati. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.
Manajemen lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam dan tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disinfeksi (bila diperlukan), pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan probiotik.

Mengenal SRI (System of Rice Intensification)



SRI adalah salah satu jawaban dari krisis pangan yang dihadapi Indonesia. Akan tetapi berbeda dengan metode penanaman padi yan lain, SRI Indonesia dipelopori oleh seorang engineer. Ternyata SRI lebih bisa dimengerti oleh mereka yang memahami engineering walaupun tidak menutup kemungkinan adanya pendekatan lain yang dapat menjelaskan fenomena SRI.
Apa Itu SRI ?

SRI merupakan singkatan dari System of Rice Intensification, suatu sistem pertanian yang berdasarkan pada prinsip Process Intensification (PI) dan Production on Demand (POD). SRI mengandalkan optimasi untuk mencapai delapan tujuan PI, yaitu cheaper process (proses lebih murah), smaller equipment (bahan lebih sedikit), safer process (proses yang lebih aman), less energy consumption (konsumsi energi/tenaga yang lebih sedikit), shorter time to market (waktu antara produksi dan pemasaran yang lebih singkat), less waste or byproduct (sisa produksi yang lebih sedikit), more productivity (produktifitas lebih besar), and better image (memberi kesan lebih baik) ((Ramshaw, 2001).

SRI ditemukan oleh Pendeta Madagaskar Henri de Laulanie sekitar tahun 1983 di Madagaskar. SRI lahir karena adanya kepedulian dari Laulanie terhadap kondisi petani di Madagaskar yang produktivitas pertaniannya tidak bisa berkembang. Berangkat dari keterbatasan sarana yang Laulanie bisa perbantukan pada petani (yang terdiri atas keterbatasan lahan, biaya dan waktu), ia kemudian bisa membantu melipatgandakan produktivitas pertanian sampai suatu nilai yang mencengangkan. Sampai tulisan ini dibuat, terdapat banyak penelitian yang mencoba mengungkap ‘misteri’ dibalik keberhasilan Laulanie.

Metode SRI

Keterbatasan Laulanie dalam membantu petani kemudian menjadi metode pokok SRI. Metode ini terdiri atas 3 poin utama, yaitu:

Pertama. Penanganan bibit padi secara seksama. Hal ini terdiri atas, pemilihan bibit unggul, penanaman bibit dalam usia muda (kurang dari 10 hari setelah penyemaian), penanaman satu bibit per titik tanam, penanaman dangkal (akar tidak dibenamkan dan ditanam horizontal), dan dalam jarak tanam yang cukup lebar.

Bagi yang telah terbiasa menanam padi secara konvensional, pola penanganan bibit ini akan dirasakan sangat berbeda. Hal ini karena metode konvensional memakai bibit yang tua (lebih dari 15 hari sesudah penyemaian), ditanam sekitar 5-10 bahkan lebih bibit per titik tanam, ditanam dengan cara dibenamkan akarnya, dan jarak tanamnya rapat.

Perbedaan metode penanganan bibit padi metode SRI terhadap metode konvensional dapat dijelaskan oleh penjelasan sebagai berikut,

  1. Mengapa ditanam muda? Hal ini dijelaskan oleh Katayama, yaitu melalui teori Pyllochrone. Katayama mengungkapkan bahwa penanaman bibit pada usia 15 hari sesudah penyemaian akan membuat potensi anakan menjadi tinggal 1/3 dari jumlah potensi anakan. Hal ini berarti, SRI menambah potensi anakannya sekitar 64%.
  2. Mengapa ditanam satu bibit per titik tanam? Hal ini karena tanaman padi membutuhkan tempat tumbuh yang cukup agar dia dapat mencapai pertumbuhan optimal. Analoginya adalah satu kamar kost untuk satu mahasiswa. Penambahan jumlah mahasiswa yang tinggal dalam kamar kost akan menyebabkan adanya persaingan dalam memanfaatkan fasilitas di dalam kamar kost tersebut. Begitu juga dengan padi, ketika ditanam secara banyak, maka akan terjadi persaingan untuk mendapatkan nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya dalam suatu titik atau area tanam.
  3. Mengapa ditanam dangkal ? Hal ini bertujuan untuk memacu proses pertumbuhan dan asimilasi nutrisi akar muda. Jika ditanam terbenam, maka akan timbul kekurangan oksigen yang menimbulkan peracunan akar (asphyxia), dan gangguan siklus nitrogen yang dapat menyebabkan pelepasan energi, produksi asam yang tinggi serta tidak adanya rebalance H+ sehingga terjadi destruksi sel akar dan pertumbuhan struktur akar menjadi tidak lengkap. Semua akibat dari penanaman dengan cara dibenamkan akar memangkas potensi akar sampai menjadi ¼ nya saja.
  4. Mengapa ditanam dalam jarak yang cukup lebar? Hal ini untuk menjamin selama proses tumbuhnya padi menjadi padi siap panen, seluruh nutrisi, udara, cahaya matahari, dan bahan lainnya tersedia dalam jumlah cukup untuk suatu rumpun padi.

Kedua. Metode pokok SRI yang kedua adalah penyiapan lahan tanam. Penyiapan lahan tanam untuk metode SRI berbeda dari metode konvensional terutama dalam hal penggunaan air dan pupuk sintetis (untuk kemudian disebut pupuk). SRI hanya menggunakan air sampai keadaan tanahnya sedikit terlihat basah oleh air (macak-macak) dan tidak adanya penggunaan pupuk karena SRI menggunakan kompos. Sangat berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan air sampai pada tahap tanahnya menjadi tergenang oleh air serta pemupukan minimal dua kali dalam satu periode tanam.

Mengapa demikian ? Tanah yang tergenang air akan menyebabkan kerusakan pada struktur padi sebab padi bukanlah tanaman air. Padi membutuhkan air tetapi tidak terlalu banyak. Hal lain yang ditimbulkan oleh proses penggenangan adalah timbulnya hama. Secara alamiah, seperti padi liar yang tumbuh di hutan-hutan, hama dari padi memiliki musuh alami. Untuk padi liar, yang hidup di tanah kering, musuh alami hama padi dapat hidup dan menjaga kestabilan dengan memakan hama tersebut. Ketika padi hidup di tanah yang tergenang, maka musuh alami hama padi tidak dapat hidup sedangkan hama padi dapat hidup. Bahkan, hal ini memacu adanya hama padi baru yang berasal dari lingkungan akuatik.

Pemupukan dua kali, pada awal periode tanam dan saat ditengah-tengah periode tanam memiliki dampak yang kurang signifikan dalam menjaga ketersediaan nutrisi untuk padi. Pemupukan menggunakan pupuk sintetis memang memiliki kecepatan transfer nutrisi yang cepat, tetapi hal ini tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh padi yang berusia muda karena padi tersebut hanya membutuhkan nutrisi yang relatif sedikit. Lalu sisa dari nutrisi tersebut tidak termanfaatkan bahkan dapat terbawa oleh aliran air (karena lahan tanam tergenang). Analogi dari hal tersebut adalah bayi yang diberi makanan dengan jatah 25 tahun (jika umur hidupnya 50 tahun). Tentu saja makanannya tidak termanfaatkan.

Ketiga. Prinsip ketiga dalam metode SRI adalah keterlibatan mikroorganisme lokal (MOL) dan kompos sebagai ’tim sukses’ dalam pencapaian produktivitas yang berlipat ganda. Dalam hal ini peran kompos sering disalahartikan sebagai pengganti dari pupuk. Hal ini salah, karena peran kompos lebih kompleks daripada peran pupuk. Peran kompos, selain sebagai penyuplai nutrisi juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh padi secara optimal. Konsep bioreaktor adalah kunci sukses dari SRI. Bioreaktor yang dibangun oleh kompos, mikrooganisme lokal, struktur padi, dan tanah menjamin bahwa padi selama proses pertumbuhan dari bibit sampai padi dewasa tidak mengalami hambatan. Fungsi dari bioreaktor sangatlah kompleks, fungsi yang telah teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi sesuai POD melalui mekanisme eksudat, kontrol mikroba sesuai kebutuhan padi, menjaga stabilitas kondisi tanah menuju kondisi yang ideal bagi pertumbuhan padi, bahkan kontrol terhadap penyakit yang dapat menyerang padi.

Engineering Approach (Pendekatan Rakayasa Teknik)

Lalu bagaimana dengan pendekatan engineering dalam SRI ? Perlu diketahui bahwa SRI menjadi kontroversi karena konsep dalam bidang pertanian tidak dapat menjelaskan mengapa SRI dapat memberikan hasil yang berlipat ganda. Dr. Mubiar Purwasasmita, mengatakan bahwa pendekatan yang harus dilakukan adalah melalui konsep PI dan POD yang sangat dikenal dalam dunia engineering.

Apa itu PI ?

Konsep PI yang menjadi acuan dalam perkembangan industri dunia, merujuk pada proses dalam skala yang semakin kecil. Menurut PI, proses yang dapat dilangsungkan dalam skala yang semakin kecil akan berlangsung lebih efektif dan efisien. Hal ini dapat dipahami karena mass and heat transfer akan berlangsung lebih baik pada skala yang lebih kecil. Hal ini adalah konsep yang telah diterima secara luas dalam dunia engineering.

Dalam kaitan dengan SRI, konsep ini diwakili oleh bioreaktor. Bioreaktor SRI adalah perwujudan dari proses-proses yang berlangsung dalam skala yang lebih kecil daripada skala yang digunakan pada pertanian konvensional. Ketika berbicara tentang penanaman padi, seharusnya yang dibahas adalah bagaimana interaksi padi dengan lingkungan sekitarnya terutama mikroba yang menjadi unsur pendukungnya. Jadi, penanaman padi tidak hanya ditinjau dari skala manusia tapi juga dari skala mikroba. Proses yang berlangsung dalam skala kecil pada bioreaktor akan menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan bahan akan lebih maksimal.

Konsep PI kedua adalah using less to produce more yang diwakili oleh metode penanganan bibit dan penanaman padi yang memanfaatkan sumberdaya seminim mungkin. Hal ini tidak dapat berdiri sendiri, karena disisi lain untuk meningkatkan produktivitas maka harus ada elemen produksi yang meningkat. Peningkatan kualitas lahan, bibit serta proses bioreaktor menjadi insurance agar hal ini tercapai.

Apa itu POD?

Konsep POD adalah bagaimana produksi harus sesuai dengan permintaan. Dalam SRI, produksi yang dimaksud adalah nutrisi, cahaya matahari, udara, dan bahan lainnya. Produksi kebutuhan padi akan sesuai dengan kebutuhan padi saat itu, tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Bagaimana cara bioreaktor mengetahui kebutuhan padi? Caranya adalah dengan eksudat yang merupakan bentuk komunikasi padi dengan bioreaktor. Eksudat ini berlangsung setiap saat yang menjamin bahwa produksi akan sesuai dengan kebutuhan padi. Dengan cara ini, bioreaktor akan menyediakan nutrisi dan sebagainya sesuai kondisi padi. Semua hal tersebut adalah kunci sukses dari SRI.

Sumber dari penulisan ini adalah diskusi secara langsung dengan Dr. Mubiar Purwasasmita, ahli SRI Indonesia

Revitalisasi PPL

Sebagai tindaklanjut Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden pada bulan Juli 2005, pada tanggal 3 Desember 2005 di Sumatera Selatan Menteri Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP). Pada hakekatnya, Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan revitalisasi ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat pelaku usaha pertanian.


Program revitalisasi difokuskan pada beberapa sub program, yaitu penataan kelembagaan penyuluhan pertanian, peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh pertanian, peningkatan kelembagaan dan kepemimpinan petani, peningkatan sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian, dan pengembangan kerjasama antara sistem penyuluhan pertanian dan agribisnis. Program ini berupaya memperbaiki sistem dan kinerja penyuluhan pertanian yang semenjak akhir 1990-an sangat menurun kondisinya.

Salah satu tonggak untuk pelaksanaan revitalisasi ini adalah telah keluarnya Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) No. 16 Tahun 2006 tanggal 18 Oktober 2006. Dalam UU ini disebutkan perlunya penataan kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan, serta menyediakan sumber dana yang merupakan kontribusi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. UU ini merupakan satu titik awal dalam pemberdayaan para petani melalui peningkatan sumberdaya manusia dan kelembagaan para penyuluh pertanian PNS, swasta, dan penyuluh pertanian Swadaya.

Permasalahan pokok yang dihadapi selama ini adalah rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga penyuluh. Karena itu, untuk memperkuat tenaga penyuluhan, pemerintah tahun 2006 telah mengangkat 6.000 orang penyuluh honorer, dan rencananya akan ditambah lagi 10.000 orang tahun ini. Selain itu, Deptan juga berupaya memperbaiki dan memfungsikan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), menyediakan kendaraan dinas untuk transportasi penyuluh, serta membenahi metoda dan sistem penyuluhan yang selama ini lebih banyak berorientasi pada peningkatan produksi kepada penyuluhan yang berorientasi kepada agribisnis dan peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya.